Jumat, 27 Juni 2014

Swasembada Pangan di Indonesia, Sudah Berhasilkah ?


SWASEMBADA BERAS

Negara agraris, mungkin sebutan itu lebih tepat jika di berikan kepada Indonesia pada 28 tahun yang lalu. Pada saat itu, tahun 1984 Indonesia berhasil swasembada beras.
Di bawah kendali presiden Soeharto saatitu, petani Indonesia secara gotong-royong dan suka rela berhasil mengumpulkan 100.000 ton gabah yang kemudian disumbangkan untuk Negara yang mengalami kelaparan khususnya negara-negara di Afrika.
Di bawah pemerintahan SBY, kita sering menemukan adanya prestasi yang tersusun dari angka-angka fiktif, yang sebagian besar dihasilkan oleh Biro Pusat Statistik ( BPS ). Dalam hal ini, BPS mempergunakan metode penghitungan yang menguntungkan pemerintah, sedangkan disisi lain,cenderung mereduksi fakta. Tentu bagi saya meragukan angka itu, karena pada bulan Februari tahun 2008 saja pemerintah mengimpor beras 500 ribu ton.
Namun sayangnya keyakinan atau ide cerdas SBY dalam disertasinya berbalik dengan realitas kebijakan ekonomi-politik pertanian yang direncanakan dan di implementasikan. Dikutip dari Harian Fajar tanggal 1 Juni 2009, Kebijakan pemerintahan SBY saat ini tidak mendukung berkembangnya sektor pertanian dalam negeri. Antara lain, Indonesia telah mengarah ke negara industri, padahal kemampuanya masih di bidang agraris.
Misalnya, kedudukan Pulau Jawa sebagai sentra penghasil padi semakin kehilangan potensi karena industrialisasi dan pembangunan perumahan. Konversi tata guna lahan ini merupakan salah satu pemicu merosotnya pertanian Indonesia yang menjadi sumber penghidupan 49 persen Warga Negara. Namun demikian, konsep orde baru mengenai swasembada pangan masih lebih baik ketimbang pemerintahan SBY. Pada era orba, mereka masih melengkapi diri dengan konsep dan rangkaian proses yang jelas, meskipun gagal.
Sedangkan pada era SBY, hampir tidak ada konsep dan misi mengenai pertanian. Pemerintah mengalokasikan bantuan benih padi dalam APBN sebanyak 37.500 ton dengan sasaran areal tanam 1,5 juta hektar. Belum lagi bantuan benih dalam bentuk Bantuan Langsung Benih Unggul ( BLBU ), cadangan benih nasional, dan bantuan benih dalam bentuk subsidi harga kepada petani ( Kompas ). Akan tetapi, program semacam ini perlu diperiksa akurasinya di lapangan. Di banyak daerah, petani masih sering kesulitan mendapatkan bibit. Kalau pun dapat, biasanya kualitas bibit yang didapatkan rendah, seperti yang dirasakan petani di Sukoharjo, Jawa Tengah (Okezone.com).
Dalam 9 tahun ini saja, jumlah petani berkurang sekitar 14 juta. Tahun ini petani di indonesia tinggal 26,1 juta orang, sementara 100ribu hektar lahan pertanian berubah fungsi setiap tahunnya. Soal ketersediaan pupuk lebih parah lagi. Hampir 5 tahun SBY memerintah, petani Indonesia tidak pernah berhenti dari kegelisahan karena kelangkaan pupuk. Kalaupun ada, petani harus memperolehnya dengan harga mahal. Tutupnya sejumlah pabrik pupuk, karena kebijakan ekspor gas pemerintah, menyebabkan produksi pupuk nasional menurun. Produksi pupuk di tahun 2008 di perkirakan hanya 6 juta ton, sementara konsumsi meningkat mendekati 9 juta ton.
Sementara itu, hasil dari produksi beras/padi sawah seluas 0,5 hektare yang dijual, setelah sebagian dijadikan stok logistik rumah tangga, hanya menghasilkan Rp 3,5 juta hingga Rp 4 juta. Jadi, keuntungan bersih hanya Rp 1 juta sampai Rp 2 juta, yang jika dibagi tiga bulan maka rata-ratanya hanya mendapatkan laba Rp 700.000 per bulan. Jika impor beras dilakukan dan harga beras petani semakin anjlok, dapat dibayangkan berapa keuntungan yang akan di dapatkan oleh para petani Negeri ini.
Hasil survei Petani Center NGos tahun 2007 menyatakan bahwa tingkat pendapatan petani Indonesia yang memiliki luas sawah 0,5 hektare kalah dibandingkan dengan upah bulanan buruh industri di kota besar. Para petani yang memiliki tanah/sawah 0,5 hektare untuk sekali musim tanam memerlukan biaya produksi sebanyak Rp 2,5 juta, termasuk biaya sarana produksi, upah pekerja, pemeliharaan, dan lain-lain.

SWASEMBADA GULA

Jusuf Kalla menjelaskan persoalan yang di keluhkan para petani tebu persis seperti pada tahun 2004 saat dirinya menjabat sebagai wakil presiden. Kemudian dengan kebijakan yang diambilnya yakni pemberian bibit tebu jenis unggul, subsidi pupuk dan revitalisasi pabrik gula, maka akhirnya pada tahun 2008 produksi bisa meningkat tajam.
Jumlah penduduk tahun 2000 adalah 208.925 ribu orang mengkonsumsi gula sebanyak 2.507.100 ton dan pada tahun 2005 terjadi peningkatan jumlah penduduk yaitu 220.982 ribu orang dengan konsumsi gula yang meningkat sebanyak 2.651.784 ton ( Sekretariat Dewan Gula Indonesia, 2006 ).
Hal ini menunjukkan terhadap perubahan-perubahan jumlah penduduk yang menyebabkan perubahan konsumsi gula dalam jumlah yang besar terlebih berkaitan dengan posisi gula yang masih merupakan kebutuhan pokok. Industri gula Indonesia sekarang yang hanya didukung oleh 60 pabrik gula ( PG ) yang aktif yaitu 43 PG yang dikelola BUMN dan 17 PG yang dikelola oleh swasta ( Dewan GulaIndonesia, 2000 ). Luas areal tebu yang dikelola pada tahun 1999 adalah sekitar 341057 hayang umumnya terkonsentrasi di Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, dan Sulawesi Selatan.
Menyebabkan peningkatan volume impor, dari 194,700 ton pada tahun 1986 menjadi 1.348 juta ton pada tahun 2004, atau meningkat dengan laju 11.4 % per tahun. Pada periode 1994-2004, impor gula meningkat dengan laju 7.8 % per tahun. Hal ini terjadi karena ketika konsumsi terus meningkat dengan 1.2 % per tahun produksi gula dalam negeri menurun dengan laju 1.8 per tahun. Seiring penurunan areal tanam dan penurunan produktivitas ( rendemen gula ) dari 10% pada tahun 1970-an menjadi rata-rata hanya 6.92% pada tahun1990-an ( Dewan Gula Indonesia, 1999 ). Harga gula di pasar internasional yang terusmenurun dan mencapai titik terendah pada tahun 1999 juga menjadi penyebab kemunduran industri gula Indonesia. Nasib petani tebu tidak kalah memprihatinkan. APTRI secara tegas mengatakan bahwa tidak ada penghargaan dan reward yang layak dari pemerintah kepada petani tebu. Yang ada justru petani tebu kerap dituding menghambat swasembada gula lantaran panen tebu yang tidak mencapai target.

SWASEMBADA DAGING SAPI

Berdasarkan hasil pendataan sapi dan kerbau yang dilakukan pada bulan Juni tahun 2011 menunjukkan bahwa jumlah sapi potong 14,8 juta ekor, sapi perah 597,1 ribu ekor dan kerbau 1,3 juta ekor dengan struktur sapi potongnya sebagai berikut :
Jantan ( 3,85% ) 4.713.800, dengan komposisi anak ( 30,68% ) 1,446 juta, muda ( 38,52% ) 1,815 juta, dewasa ( 30,8% ) 1,451 juta dan betina Betina ( 68,15% ) 10.086.200 dengan komposisi anak ( 14,03% ) 1,415 juta, muda ( 19,88% ) 2,005 juta, dewasa ( 66,09% ) 6,665 juta, sementara potensi stok sapi dan kerbau menunjukkan hal yang pesimistic terhadap ketersediaan daging nasional dalam rangka swasembada daging 2014. Peternak sapi dan kerbau tampaknya resah. Mereka mengeluhkan program swasembada daging yang dicanangkan pemerintah kenyataannya justru terkendala sejumlah kebijakan yang kontraproduktif.
Beberapa kebijakan pemerintah yang dinilai kontra produktif terhadap program swasembada daging di antaranya mengenai tarif bea masuk, pajak pertambahan nilai, serta protokol importasi ternak dan daging yang berubah-ubah. di beberapa lokasi sentra pembibitan sapi di Jawa Barat kondisinya sangat memprihatinkan, dimana kelompok peternak yang diberi beban tugas pembibitan hanya dikawal oleh seorang dokter hewan dengan fasilitas seadanya.

SWASEMBADA KEDELAI

Menurut Soeswono, kebutuhan kedelai dalam negeri saat ini mencapai 2,2 juta setiap tahun. Namun kemampuan produksi dalam negeri hanya 843,1 ribu ton atau kurang dari 45 persen. Luas perluasan lahan tanaman kedelai yang di kerjasamakan antara Kementan dan Mabes TNI pada 2014 mencapai 347 hektare yang tersebar di 15 provinsi dan 115 kabupaten. Di Jawa Barat tersebar di Kabupaten Subang, Karawang, Indramayu, dan Cirebon dengan luas tanam 22.400 ribu hektare. Harga kedelai kembali meningkat pada tiga atau empat bulan terakhir ini, harga kedelai meningkat dari Rp 5.500 per kg menjadi Rp 8.000-10.000per kg.
Kenaikan harga kedelai ini tentu menyulitkan perajin tahu-tempe dan masyarakat karena akan menaikkan harga jual, padahal daya beli masyarakat masih lemah. roduksi kedelai Indonesia tahun 2012 berjumlah 783.000 ton turun 8 persen dibandingkan tahun 2011 yakni 851.000 ton. Ini disebabkan penurunan luas tanam akibat kemarau panjang.
Total kebutuhan kedelai nasional 2,2 juta ton. Pada 2012 Indonesia mengimpor kedelai sekitar 1,4 2 juta ton. Pada 2013 luas tanam kedelai hasil ARAM BPS produksi kedelai nasional turun 4 persen akibat kemarau di sebagian wilayah Indonesia. Produsen utama kedelai di Indonesia adalah Provinsi Jawa Timur (36 persen), Jawa Tengah (18 persen), NTB (10 persen), dan Aceh (6,5 persen).


APAKAH INDONESIA SUDAH BER SWASEMBADA PANGAN ?

1.      PENGERTIAN SWASEMBADA PANGAN

Swasembada pangan berarti kita mampu untuk mengadakan sendiri kebutuhan pangan dengan bermacam-macam kegiatan yang dapat menghasilkan kebutuhan yang sesuai diperlukan masyarakat Indonesia dengan kemampuan yang dimilki dan pengetahuan lebih yang dapat menjalankan kegiatan ekonomi tersebut terutama di bidang kebutuhan pangan
Yang kita ketahui Negara Indonesia sangat berlimpah dengan kekayaan sumber daya alam yang harusnya dapat menampung semua kebutuhan pangan masyarakat Indonesia salah satu cara yaitu dengan berbagai macam kegiatan seperti ini :
  • Pembuatan UU & PP yg berpihak pada petani & lahan pertanian.
  • Pengadaan infra struktur tanaman pangan seperti: pengadaan daerah irigasi & jaringan irigasi, pencetakan lahan tanaman pangan khususnya padi, jagung, gandum, kedelai, dan lain-lain serta akses jalan ekonomi menuju lahan tersebut.
  • Penyuluhan & pengembangan terus menerus untuk meningkatkan produksi, baik pengembangan bibit, obat-obatan, teknologi maupun sumber daya manusia petani.
  • Melakukan Diversifikasi pangan, agar masyarakat tidak dipaksakan untuk bertumpu pada satu makanan pokok saja (dalam hal ini padi/nasi), pilihan diversifikasi di Indonesia yang paling mungkin adalah sagu, gandum dan jagung (khususnya Indonesia Timur).

Jadi diversifikasi adalah bagian dari program swasembada pangan yang memiliki pengembangan pilihan atau alternatif lain makanan pokok selain padi atau nasi ( sebab di Indonesia makanan pokok adalah padi/nasi ). Salah satu caranya adalah dengan sosialisasi ragam menu yang tidak mengharuskan makan nasi seperti yang mengandung karbohidrat juga seperti nasi yaitu : singkong, ubi, dan kentang.
Pada level nasional pengertian swasembada pangan telah menjadi perdebatan selama tahun 1970 sampai tahun 1980an. Ketahanan pangan nasional tidak mensyaratkan untuk melakukan swasembada produksi pangan karena tergantung pada sumberdaya yang dimiliki. Suatu Negara bisa menghasilkan dan mengekspor komoditas pertanian yang bernilai ekonomi tinggi dan barang-barang industri, kemudian membeli komoditas pangan di pasar internasional. Sebaliknya, Negara yang melakukan swasembada produksi pangan pada level nasional, namun dijumpai masyarakatnya yang rawan pangan karena ada hambatan akses dan distribusi pangan Stevens et al. (2000). Lassa (2006) dengan mengadopsi Stevens et al. (2000), telah memberikan ilustrasi yang sangat baik mengenai negara-negara yang melakukan swasembada pangan dengan kondisi ketahanan pangannya.

2.      KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM SWASEMBADA PANGAN 

Penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan masyarakat, menyediakan sumber pangan dan bahan baku industri atau biofuel, pemicu pertumbuhan ekonomi di perdesaan, perolehan devisa, maupun sumbangan tidak langsung melalui penciptaan kondisi kondusif bagi pelaksanaan pembangunan dan hubungan sinergis dengan sektor lain.
Dengan demikian, sektor pertanian masih tetap akan berperan besar dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Belajar dari pengalaman masa lalu dan kondisi yang dihadapi saat ini sudah selayaknya sektor pertanian menjadi sektor unggulan dalam menyusun strategi pembangunan nasional.
Sektor pertanian haruslah diposisikan sebagai sektor andalan perekonomian nasional. Revitalisasi Pertanian dan Perdesaan, secara garis besar ditujukan untuk : 
  • Meningkatkan peran sektor pertanian dalam perekonomian Nasional.
  • Menciptakan lapangan kerja berkualitas di perdesaan, khususnya lapangan kerja non-pertanian, yang ditandai dengan berkurangnya angka pengangguran terbuka dan setengah terbuka.
  • Meningkatkan kesejahteraan petani, nelayan dan masyarakat perdesaan yang dicerminkan dari peningkatan pendapatan dan produktivitas pekerja di sektor pertanian. 

Selama periode 2004-2008 pertumbuhan produksi tanaman pangan secara konsisten mengalami peningkatan yang signifikan. Produksi padi meningkat rata-rata 2,78% per tahun (dari 54,09 juta ton GKG tahun 2004 menjadi 60,28 juta ton GKG tahun 2008 (ARAM III), bahkan bila dibanding produksi tahun 2007, produksi padi tahun 2008 meningkat 3,12 juta ton (5,46%). Pencapaian angka produksi padi tersebut merupakan angka tertinggi yang pernah dicapai selama ini, sehingga tahun 2008 Indonesia kembali dapat mencapai swasembada beras, bahkan terdapat surplus padi untuk ekspor sebesar 3 juta ton.
Keberhasilan tersebut telah diakui masyarakat International, sebagaimana terlihat pada Pertemuan Puncak tentang Ketahanan Pangan di Berlin bulan Januari 2009. Beberapa negara menaruh minat untuk mendalami strategi yang ditempuh Indonesia dalam mewujudkan ketahan pangan.
Demikian pula produksi jagung meningkat 9,52% per tahun (dari 11,23 juta ton pipilan kering tahun 2004 menjadi 15,86 juta ton tahun 2008). Bahkan dibanding produksi jagung tahun 2007, peningkatan produksi jagung tahun 2008 mencapai 19,34% (naik 2,57 juta ton). Pencapaian produksi jagung tahun 2008 juga merupakan produksi tertinggi yang pernah dicapai selama ini. Peningkatan produksi tanaman pangan yang spektakuler tahun 2008 (terutama padi, jagung, gula, sawit, karet, kopi, kakao dan daging sapi dan unggas), dapat dijelaskan oleh beberapa faktor.
Pertama, tingginya motivasi petani atau pelaku usaha pertanian utnuk berproduksi karena pengaruh berbagai kebijakan dan program Pemerintah meliputi penetapan harga, pengendalian impor, subsidi pupuk dan benih, bantuan benih gratis, penyediaan modal, akselerasi penerapan inovasi teknologi, dan penyuluhan.
Kedua, perkembangan harga-harga komoditas pangan di dalam negeri yang kondusif sebagai refleksi dari perkembangan harga di pasar dunia dan efektifitas kebijakan Pemerintah.
Ketiga, kondisi iklim memang sangat kondusif dengan curah hujan yang cukup tinggi dan musim kemarau relatif pendek.

3.      PROGRAM PEMERINTAH SAAT INI DALAM SWASEMBADA PANGAN

Laju pertumbuhan penduduk yang positif membuat Indonesia harus terus menerus memacu produksi berasnya agar tetap swasembada beras. Sementara, fenomena banjir dan kekeringan yang semakin tidak terkendali dan tingginya laju konversi fungsi lahan sawah ke penggunaan yang lain di luar produksi beras akhir-akhir ini, mengisyaratkan bahwa resiko akan terjadinya kegagalan produksi beras di negeri ini telah semakin meningkat dari waktu ke waktu. Merosotnya kemampuan finansial pemerintah dalam melakukan rehabilitasi dan perluasan jaringan irigasi bahkan telah membuat kondisi resiko produksi semakin buruk.
Sehingga, ke depan sangatlah mungkin terjadi pada suatu periode waktu tingkat produksi beras nasional jatuh pada level yang jauh di bawah target yang dibutuhkan untuk mencapai swasembada beras.
Artinya, pada saat itu Indonesia akan kekurangan beras dalam jutaan ton. Bagi Indonesia, jelas kiranya bahwa jalan menuju ketahanan pangan nasional yang lestari bukanlah swasembada beras, tetapi swasembada pangan. Artinya, suka tidak suka, senang tidak senang penduduk Negeri ini harus melakukan diversifikasi pangan apabila tidak mau berhadapan dengan “kiamat” pangan di masa depan. Sesungguhnya, Pemerintah sudah lama menyadari pentingnya diversifikasi pangan, bahkan telah mempunyai berbagai program untuk mempromosikannya. Namun, suatu hal penting yang telah lama diabaikan oleh pemerintah adalah bahwa program swasembada beras tidak ‘compatible’ dengan program diversifikasi pangan. Selama beras tersedia di mana saja, kapan saja dengan harga yang relatif murah seperti sekarang ini, masyarakat Indonesia tidak akan tertarik mengurangi konsumsi beras dan mengkompensasinya dengan penambahan konsumsi pangan lainnya, seperti jagung dan sagu.
Hal inilah sesungguhnya yang membuat penduduk negeri ini doyan beras, bukanlah karena seleranya kaku. Sebab, faktanya, setiap harinya masyarakat Indonesia mengkonsumsi paket pangan yang merupakan campuran dari nasi dan bukan nasi. Artinya, ada ruangan untuk terjadinya substitusi beras dengan non-beras dalam paket konsumsi pangan masyarakat Indonesia. Namun, ruangan subsitusi ini telah menjadi sangat sempit saat ini. Sebagai akibatnya, nasi ( beras ) telah menjadi sangat dominan dalam paket konsumsi harian penduduk Negeri ini. Hal ini terjadi karena Pemerintah telah sejak lama mengimplementasikan kebijakan pangan yang keliru.
Mestinya Pemerintah segera melakukan koreksi atas kebijakan pangan yang keliru ini. Kelihatannya, kita sulit mengharapkan koreksi seperti itu terjadi dalam waktu yang dekat. Swasembada beras telah menjadi arena untuk memuaskan berbagai kepentingan yang berbeda. Ada pihak yang memanfaatkannya untuk kepentingan politik, sementara berbagai pihak lainnya memanfaatkannya untuk mendapatkan rente ekonomi (economic rent). Bagi industri yang membayar buruhnya dengan upah murah, swasembada beras yang menjamin ketersediaan beras dengan harga murah jelas sangat penting. Sebab, buruh yang dibayar murah tidak mungkin produktif apabila kebutuhan pangannya tidak cukup. Agar buruh tetap produktif meskipun dibayar murah, maka harga pangan harus murah.
Sementara, bagi Negara-negara maju yang mempunyai surplus bahan pangan dalam kuantitas yang sangat besar adalah penting untuk mendukung Indonesia terus mengejar swasembada beras dengan memberikan bantuan teknis dan finansial. Soalnya, dengan mengutamakan produksi beras, Indonesia akan tertinggal dalam produksi pangan lainnya, meskipun sesungguhnya permintaan dalam Negerinya meningkat, seperti halnya dengan permintaan beras nasional. Defisit produksi nasional yang terjadi akan menjadi pasar eksport yang empuk bagi surplus produksi pangannya. Sejatinya, hal inilah yang merupakan penjelasan mengapa Indonesia saat ini sangat tergantung pada pasar import pangan non-beras, seperti jagung dan kedele, sebagaimana diungkapkan oleh “media massa nasional pada akhir tahun 2009 lalu”. 
Tidak ada jalan keluar dari jebakan swasembada beras ini, selain ketegasan politik Pemerintah untuk memberhentikan program swasembada beras dan menggantinya dengan program swasembada pangan yang berbasis aneka bahan pangan.

4.      HAMBATAN DALAM PROGRAM SWASEMBADA PANGAN

Program swasembada pangan masih bergantung pada luasan lahan yang tersedia. Dalam menuju swasembada pangan nasional seperti kedelai, jagung, padi, gula, semuanya masih bergantung pada luas lahan yang ada. Tanpa ada realisasi perluasan lahan, mustahil target swasembada pangan 2014 terwujud. Dalam memenuhi swasembada pangan, Indonesia masih membutuhkan lahan sekitar 3 juta Ha. Target produksi padi ( GKG ) pada 2014 adalah 75 juta ton dari 64 juta ton sekarang. Jagung dari 17 juta ton menjadi 29 juta ton, kedelai pada 2014 ditargetkan 2,7 juta ton. Begitu industri gula sekarang baru 2,3 juta ton ditargetkan naik menjadi 3,6 juta ton pada tahun 2014.
Target semua di atas tentu memerlukan tambahan lahan yang cukup signifikan. Apakah semuanya bisa tercapai, jika moratorium dilaksanakan. Secara teknis pemberlakuan moratorium, sejatinya tidak menguntungkan dalam menuju swasembada pangan. Pelaksanaan ini juga berimbas padakomoditas lain, seperti sektor perkebunan (CPO) dan kehutanan (HTI). Memang komoditas pangan ini diprioritaskan untuk pemenuhan domestik, sedangkan kedua sektor di atas masih menjadi andalan ekspor nasional.
Dengan terbatasnya lahan yang tersedia, pemberlakuan moratorium dikhawatirkan akan mengganggu target swasembada pangan 2014. Moratorium tidak hanya menghambat masalah teknis tetapi menambah potensi kerugian dan uncertain dalam berinvestasi. Bandingkan “hadiah” yang diberikan dengan nilai kerugiannya ekonomi akibat moratorium. Pemberian dalam bentuk grant atau hibah ini juga belum tentu disetujui Stortinget (parlemen) di negaranya. Adapun, masa moratorium selama 2 (dua) tahun, tidak menjamin hutan tidak dijarah atau rusak tapi akan malah menderukan suara chainsaw semakin kencang.
Jadi dalam hal ini, siapa yang untung dan buntung? Akhirnya Pemerintah telah menandatangani LoI dan segera melaksanakan 1 Januari 2011. Ini pertanda apa? Industri kita akan kiamat (buntung) atau industri mereka akan selamat (untung). Notabene Negara pemberi hadiah ini adalah kompetitor besar Indonesia pada komoditas hasil kehutanan.

5.      PROGRAM SWASEMBADA PANGAN PADA MASA Susillo Bambang Yudhoyono


Pada masa nya SBY dianggap gagal dalam hal swasembada pangan dan hanya dianggap keberhasilan yang semu. Pentingnya pencapaian swasembada beras, perlu diketahui kedudukan khusus beras dalam menu, budaya, dan politik Indonesia. Beras adalah bahan makanan pokok bagi orang Indonesia. Berbagai bahan makanan lain pengganti beras pernah dianjurkan oleh pemerintah, namun rakyat tidak menyukainya.
Ketika harga beras melonjak sampai pada titik di mana konsumsinya harus dikurangi, penduduk menjadi kekurangan gizi dan kelaparan. Beras adalah pusat dari semua hubungan pertalian sosial. Radius Prawiro pada tahun 1998 menjabarkan beberapa langkah kunci yang pernah diambil dalam perjalanan ke arah swasembada beras, diantaranya :

1.      Bulog, Dewan Logistik Pangan, dan Harga-harga Beras.
Di antara lembaga-lembaga tersebut, Buloglah yang paling berperan dalam pencapaian swasembada beras. Bulog tidak terlibat langsung dalam bisnis pertanian, melainkan hanya dalam urusan pengelolaan pasokan dan harga pada tingkat ansional. Bulog sengaja diciptakan untuk mendistorsi mekanisme harga beras dengan manipulasi untuk memelihara pasar yang lebih kuat.
Selama tahun-tahun pertamanya dalam dekade 70-an, Bulog secara bertahap menaikkan harga dasar beras untuk petani. Pada pertengahan dekade 80-an, ketika Indonesia surplus beras, Bulog mengekspor beras ke luar negeri untuk mencegah jatuhnya harga. Tindakan ini membantu memelihara stabilitas pasar.
  
2.      Teknologi dan Pendidikan.
Sejak tahun 1963, Indonesia memperkenalkan banyak program kepada para petani untuk meningkatkan produktivitas usaha tani. Pemerintah berjuang untuk memperkenalkan teknologi pertanian kepada para petani. Di samping itu, pemerintah juga menekankan pendidikan untuk menjamin teknik dan teknologi baru dimengerti dan digunakan secara benar. Faktor lain yang berperan penting dalam meningkatkan hasil padi adalah peningkatan penggunaan pupuk kimia.

3.      Koperasi Pedesaan.
Pada tahun 1972, ketika Indonesia kembali mengalami panen buruk, pemerintah menganjurkan pembentukan koperasi sebagai suatu cara untuk memperkuat kerangka kerja institusional. Ada dua bentuk dasar dari koperasi, pada tingkat desa ada BUUD (Badan Usaha Unit Desa). Pada tingkat kabupaten, ada koperasi serba usaha yang disebut KUD (Koperasi Unit Desa). Koperasi juga bertindak sebagai pusat penyebaran informasi atau pertemuan organisasi.

4.      Prasarana.
Banyak aspek pembangunan prasarana yang secara langsung ditujukan untuk pembangunan pertanian, dan semuanya secara langsung memberikan kontribusi untuk mencapai swasembada beras. Sistem irigasi merupakan hal penting dalam pembangunan prasarana pertanian. Pekerjaan prasarana lain yang berdampak langsung dalam pencapaian tujuan negara untuk berswasembada beras adalah program besar-besaran untuk pembangunan dan rehabilitasi jalan dan pelabuhan.
Pada masa itu, petani dipaksa bekerja dengan program pertanian modern yang penuh dengan tambahan kimiawi yang merendahkan kualitas kesuburan tanah untuk jangka panjang. Para petani dipaksa bertanam dengan menggunakan sarana produksi pupuk, obat hama, benih, dan lain sebagainya yang dipasarkan oleh beberapa perusahaan MNC/TNC yang mendapatkan lisensi pemerintah.
Penggunaan saprodi produk perusahaan MNC/TNC tersebut harus dibeli petani dengan harga mahal dari tahun ke tahun. Akibatnya, biaya produksi pertanian selalu melambung dan tidak terjangkau oleh petani domestik. Ironisnya, harga jual produk pertanian terutama beras, dikontrol dan dibuat murah harganya oleh pemerintah.
Pemerintah juga sering melakukan praktik dagang menjelang pelaksanaan kebijakan ekonomi yang kontroversial. Stok beras di pasaran dibuat langka baru kemudian harga naik, akhirnya masyarakat dipaksa memahami impor beras yang akan dilakukan oleh pemerintah. Impor beras yang dilakukan oleh pemerintah berdampak dua hal yakni :
  1. Menurunkan motivasi kerja para petani karena hasil kerja kerasnya akan kalah berkompetisi dengan beras impor di pasaran.
  2. Menterpurukkan tingkat pendapatan petani domestik yang rendah menjadi sangat rendah. Selain itu, ada motivasi ekonomi-politik yang sebenarnya disembunyikan di balik logika bisnis impor beras. Impor beras merupakan bentuk kebijakan ekonomi-politik pertanian yang mengacu kepada kepentingan pasar bebas atau mazhab neo-liberalisme.

Kebijakan impor beras adalah pemenuhan kesepakatan AoA (Agreement on Agriculture) WTO yang disepakati oleh Presiden Soeharto tahun 1995 dan dilanjutkan pemerintahan penerusnya sampai sekarang. Butir-butir kesepakatan AoA terdiri dari :

1.      Kesepakatan market access (akses pasar) komoditi pertanian domestik.
Pasar pertanian domestik di Indonesia harus dibuka seluas-luasnya bagi proses masuknya komoditi pertanian luar negeri, baik beras, gula, terigu, dan lain sebagainya.

2.      Penghapusan subsidi dan proteksi negara atas bidang pertanian.
Negara tidak boleh melakukan subsidi bidang pertanian, baik subsidi pupuk atau saprodi lainnya serta pemenuhan kredit lunak bagi sektor pertanian. 3. Penghapusan peran STE (State Trading Enterprises) Bulog, sehingga Bulog tidak lagi berhak melakukan monopoli dalam bidang ekspor-impor produk pangan, kecuali beras.

Dampak pemenuhan kesepakatan AoA WTO sangat menyedihkan bagi kondisi pertanian lndonesia semenjak 1995 hingga sekarang ini. Sektor pertanian di Indonesia mengalami keterpurukan dan kebangkrutan. Akibat memenuhi kesepakatan AoA WTO, Indonesia pernah menjadi negara pengimpor beras terbesar di dunia pada tahun 1998 sebesar 4,5 juta ton setahun.
Beberapa kalangan aktivis gerakan petani di lndonesia menyebutkan merosotnya produksi beras nasional semenjak tahun 1985-2009 dikarenakan problem warisan struktural pertanian masih melekat dalam kehidupan petani. Di antaranya, semakin banyak petani yang berlahan sempit (menjamumya petani gurem) dan tidak adanya kemajuan teknologi pertanian yang berorientasi ekologis.
Menurut sebuah studi oleh Peter Timmer pada tahun 1975, Konsep kepemilikan lahan rata-rata memang agak kabur pada tingkat mikro karena adanya perbedaan besar dalam hal penggunaan dan kualitas lahan. Namun demikian, fakta yang perlu ditekankan adalah bahwa lebih dari dua pertiga populasi usaha tani hanya memiliki kurang dari setengah hektar lahan untuk bercocok tanam, bahkan mungkin kurang dari sepertiga hektar lahan”.
Kemiskinan struktural di Indonesia juga dikemukakan oleh Geertz pada penelitiannya di tahun 1963, yang membawa pada gagasan shared poverty (kemiskinan yang ditanggung bersama). Pekerjaan dan pendapatan dari sektor pertanian dibagi-bagi kepada anggota keluarga, atau desa, sehingga semua mendapat pekerjaan dan makanan, namun tetap miskin.
Geertz secara pesimis menyimpulkan bahwa barangkali tidak mungkin untuk memperbaiki pertanian Indonesia secara signifikan. Karena, tanpa mengubah struktur sosial secara besar-besaran, “Setiap usaha untuk mengubah arah perkembangannya, misalnya menabur pupuk di atas lahan pertanian di Jawa yang sangat sempit, irigasi modern, cocok tanam padat karya dan diversifikasi tanaman, hanya akan menumbuhkan satu halnya paralisis.”
Hasil survei Petani Center NGos tahun 2007 menyatakan bahwa tingkat pendapatan petani Indonesia yang memiliki luas sawah 0,5 hektare kalah dibandingkan dengan upah bulanan buruh industri di kota besar. Para petani yang memiliki tanah/sawah 0,5 hektare untuk sekali musim tanam memerlukan biaya produksi sebanyak Rp 2,5 juta, termasuk biaya sarana produksi, upah pekerja, pemeliharaan, dan lain-lain.
Sementara itu, hasil dari produksi beras/padi sawah seluas 0,5 hektare yang dijual, setelah sebagian dijadikan stok logistik rumah tangga, hanya menghasilkan Rp 3,5 juta hingga Rp 4 juta. Jadi, keuntungan bersih hanya Rp 1 juta sampai Rp 2 juta, yang jika dibagi tiga bulan maka rata-ratanya hanya mendapatkan laba Rp 700.000 per bulan. Jika impor beras dilakukan dan harga beras petani semakin anjlok, dapat dibayangkan berapa keuntungan yang akan didapatkan oleh para petani negeri ini.
Presiden SBY adalah seorang doktor pertanian yang pernah menulis tesis tentang revitalisasi pertanian dengan beberapa kesimpulan, di antaranya:
  1. Untuk membangun kembali pertanian maka intervensi asing semacam IMF dan World Bank harus dinetralisasikan dari bidang pertanian.
  2. Pemerintah perlu mengorientasikan kebijakan fiskalnya untuk mendukung sektor pertanian.
  3. Pemerintah perlu memfasilitasi pengembangan pertanian yang berorientasi kepentingan petani dengan penerapan penuh sistem pertanian berkelanjutan. Namun sayangnya keyakinan atau ide cerdas SBY dalam disertasinya berbalik dengan realitas kebijakan ekonomi-politik pertanian yang direncanakan dan diimplementasikan.

Kebijakan pemerintahan SBY saat ini tidak mendukung berkembangnya sektor pertanian dalam negeri. Antara lain, Indonesia telah mengarah ke negara industri, padahal kemampuanya masih di bidang agraris. Misalnya, kedudukan Pulau Jawa sebagai sentra penghasil padi semakin kehilangan potensi karena industrialisasi dan pembangunan perumahan. Konversi tata guna lahan ini merupakan salah satu pemicu merosotnya pertanian Indonesia yang menjadi sumber penghidupan 49 persen warga negara. Ada sejumlah faktor yang selama ini menjadi pemicu utama terpuruknya sektor pertanian, di antaranya :
1. Dari segi sarana dan prasarana, dana pemeliharaan infrastruktur pertanian, tidak ada pembangunan irigasi baru, dan pencetakan lahan baru tidak berlanjut.
2. Dalam hal bebasnya konversi lahan pertanian, pihak pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten tidak disiplin menjalankan pemerintahan dengan mengizinkan pengubahan fungsi pertanian yang strategis bagi ketahanan Negara.
3. Dari sisi kebijakan dan politik, penerapan otonomi daerah membuat sektor tanaman pangan terabaikan. Para elite politik membuat kebijakan demi partai, bukan untuk kebijakan pangan rakyat. Keadaan semakin buruk dengan tidak adanya keamanan dan stabilitas yang seharusnya dijalankan aparat penegak hukum.

6.      KESIMPULAN

Jadi swaembada pangan bagi Indonesia belum mencukupi atau Indonesia belum dapat memenuhi swasembada pangan untuk Indonesia sendiri. Karena swasembada pangan pemerintah sudah cukup banyak melakukan usaha-usaha untuk memenuhi semua kebutuhan tetapi seharusnya pemerintah menekankan pada hambatan-hambatan swasembada pangan agar memperkecil tingkat hambatannya.
Mewujudkan swasembada beras di tengah produktivitas padi yang kian melandai dan jumlah penduduk yang terus bertambah secara signifikan, menurut Posman Sibuea, maka orientasi kebijakan pangan harus ke arah diversifikasi konsumsi pangan. Hal ini patut segera dilakukan mengingat ketergantungan pada beras dapat menjadi musibah bagi Indonesia apabila harga beras di pasar internasional semakin mahal akibat stok dunia menurun.

DAFTAR PUSTAKA :

2 komentar:

  1. Halo, nama saya Sulis Susanti dari Indonesia, saya ingin mengambil kesempatan ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman sangat berhati-hati karena banyak perusahaan pinjaman penipuan di sini di internet, tetapi mereka masih yang asli di perusahaan pinjaman palsu.
    Beberapa bulan yang lalu saya tegang finansial dan putus asa, aku jatuh korban penipuan oleh beberapa perusahaan pinjaman online, karena saya perlu sebuah perusahaan pinjaman yang jujur.

    Aku hampir menyerah, tidak sampai saya mencari nasihat dari seorang teman yang kemudian mengarahkan saya untuk pemberi pinjaman pinjaman yang sangat handal JOY WILSON LOAN FIRM, yang meminjamkan pinjaman tanpa jaminan dari 750 juta rupiah dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tekanan atau stres pada tingkat bunga rendah dari 2%. Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah pinjaman yang saya diterapkan langsung ditransfer ke rekening bank saya tanpa penundaan atau kekecewaan, karena saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman dengan mudah tanpa stres.

    Saya ingin Anda yakin dan percaya diri bahwa ini adalah asli karena saya memiliki semua bukti pengolahan pinjaman ini termasuk kartu id, dokumen perjanjian pinjaman dan semua kertas kerja. Saya percaya Ibu Joy Wilson sepenuh hati karena dia telah benar-benar membantu dalam hidup saya. Anda sangat beruntung memiliki kesempatan untuk membaca kesaksian ini hari ini. Jadi, jika Anda membutuhkan pinjaman apapun, silahkan hubungi perusahaan melalui email: (joywilsonloanfirm@gmail.com)
    Anda juga dapat menghubungi saya melalui email saya di (sulissusanti971@gmail.com) jika Anda merasa sulit atau ingin prosedur untuk memperoleh pinjaman

    BalasHapus
  2. BERITA BAIK BERITA BAIK

    Halo semuanya, saya SUWANDI dari indonesia. Saya menyarankan Anda semua di sini untuk tidak mengajukan pinjaman di mana-mana untuk perusahaan atau pemberi pinjaman di halaman web ini, sebagian besar perusahaan di sini adalah tipuan, penipuan dan penipuan, dan juga beberapa testimonial di sini salah, mereka adalah orang yang sama. Karena itu, tolong berhati-hatilah untuk tidak menjadi persekutuan mangsa Indonesia. Saya ditipu empat kali kira-kira Rp 200.000.000 untuk biaya registrasi, biaya transfer, bea cukai dan biaya asuransi, setelah pembayaran ini saya tidak mendapatkan pinjaman saya, tapi mereka meminta saya untuk membayar berkali-kali. Ini akan menarik minat Anda untuk mengetahui ada undang-undang tentang pembiayaan undang-undang atau peraturan dewan ini untuk mendapatkan pinjaman dari undang-undang pemberi pinjaman atau perusahaan mana pun. Saya bersyukur bahwa saya menerima pinjaman cepat sebanyak $ 250.000 dari perusahaan yang diperkenalkan teman saya Achmad Halima. Perusahaan pinjaman yang dapat dipercaya dan dapat dipercaya (ALEXANDER ROBERT). Mereka sekarang menjadi perusahaan terbesar di AS, Eropa dan seluruh Asia. Misi dan komitmen Anda kepada Alexander's Loan Company didedikasikan untuk meringankan impian Anda dan membantu kita semua yang telah ditipu dan ditipu dalam proses mendapatkan pinjaman segera, memberi Anda keramahan kelas dunia. Perusahaan Pinjaman Alexander atau pemberi pinjaman pinjaman tahu apa yang seharusnya ada di sepatu Anda dan mereka berusaha keras untuk tidak melupakan perasaan itu. Mereka akan mendapatkan kepercayaan Anda dengan mengkomunikasikan kepada Anda informasi yang perlu Anda ketahui, jika Anda perlu mengetahui dan hak untuk menawarkan pinjaman (pedagang pribadi atau pinjaman) dan layanan keuangan.

    Saya sangat mengabdikan diri untuk membantu negara saya mendapatkan pinjaman dari penipuan dan segera, e-mail saya (suwandirobby01@gmail.com) atau (achmadhalima@gmail.com)

    Hubungi saya atau (alexanderrobertloan@gmail.com) untuk informasi lebih lanjut, saya bersedia membantu. Tuhan memberkati kalian semua.

    BalasHapus